Kata مشغول adalah isim maf’ul dari
kata شغل yang berarti sibuk. Yaitu satu
kondisi dimana seseorang tengah mengerjakan sesuatu yang melibatkan seluruh
waktunya tercurah untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Dengan kata lain bisa
dipahami bahwa jika ada sesuatu yang dijadikan objek perbuatan tertentu, maka
tidak boleh dijadikan objek perbuatan lainnya.[1]
Hal ini sangat logis, karena tidak mungkin
mengerjakan dua perbuatan sekaligus dalam waktu yang sama, jika salah satu
perbuatan itu menyita waktu yang ada sehingga tidak memberikan kesempatan bagi lainnya
untuk dikerjakan. Atau, tidak mungkin mengisi satu wadah lebih dari satu objek,
dimana setiap objek yang diisi menempati seluruh ruang yang ada pada wadah
tersebut. Seperti gelas yang sedang berisi penuh dengan air tidak mungkin diisi
dengan yang lainnya, sebelum gelas itu dikosongkan terlebih dahulu.[2]
Berikut beberapa contoh Kaidah المشغول لا
يشغل yang dikemukakan oleh as-Suyuti :
Pertama: Tidak boleh menggadaikan barang yang
telah digadaikan. Jika seseorang berhutang dan menggadaikan barangnya untuk
menjamin hutangnya. Kemudian barang gadaian itu digadaikan lagi pada pihak yang
lain untuk memperoleh hutang baru, maka ini dilarang. Sebab, barang gadaian itu
menjadi tanggungan seutuhnya untuk jaminan hutang yang pertama.
Kedua: Tidak boleh melaksanakan umrah bagi
jemaah haji yang sedang berada di Mina. Karena keberadaannya di sana menuntut
dirinya untuk mabit dan melontar jumrah.
Ketiga : Tidak boleh membuat dua akad (kontrak) berbeda pada suatu barang dalam
satu tempat yang sama. Seperti menjual satu barang yang sama pada orang yang
berbeda. Maka tidak sah jual beli yang dilakukakan dengan pihak ke tiga. Karena
demikian akan merugikan pihak ke dua.
Namun hal ini dikecualikan misalnya jika seorang
menyewakan rumahnya, kemudian rumah yang semula disewakan itu dijual dengan
penyewa tersebut. Maka yang demikian boleh dilakukan. Karena sewa-menyewa
adalah menjual manfaat, dan jual beli adalah menjual barang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar