.
Definisi
Definisi
Menurut
bahasa, kata amar (الأمر) berarti suatu perintah. Disebut
perintah karena biasanya ada pembebanan kepada pihak lain.[1]
Maka bagi pihak yang diperintahkan harus melaksanakan sesuai perintah tersebut.
Jika tidak terlaksana, ada konsekwensi yang harus diterima olehnya.
Menurut istilah ushul fiqih, sebuah amar
(perintah) yang bermuatan hukum syar’i adalah nash-nash syariat yang menuntut
suatu perbuatan pada diri seorang mukallaf.[2]
Sebagian ulama ushul mensyaratkan “isti’la’[3]
agar amar bermakna perintah. Karena secara umum, amar
mengandung pengertian tuntutan (thalab). Dan sebuah tuntutan bisa
bermakna doa atau iltimas. Jika antara pihak yang menuntut dengan
yang dituntut memiliki kedudukan yang setara, maka disebut iltimas. Dan
jika pihak yang menuntut lebih rendah kedudkannya maka disebut doa.[4]
Karena amar (perintah) berasal dari Allah swt sebagai Syari’, dan
kedudukannya lebih tinggi dari pada hambaNya yang diperintah, maka setiap
perintah disyaratkan isti’la’’.
Diantara mazhab yang mensyaratkan isti’la’
tersebut adalah Mu’tazilah, Abu Ishaq as Syairazi, dan mayoritas Hanabilah. Mereka
memandang agar amar memiliki muatan perintah maka disyaratkan
antara subjek dan objeknya, harus lebih tinggi kedudukan subjek dari pada
objek.[5]
Begitu juga halnya pendapat Abu al
Husain al Bashri mazhab Mu’tazilah, ar Razi dan al Amidi mazhab Syafii, al
Qarafi dan Ibnu Hajib Mazhab Maliki, Kamal bin hamam dan Ibn abd as Syakur
Mazhab Hanafi, mereka mengharuskan isti’la’ dalam sebuah amar.[6]
Namun, pensyaratan ini tidak lebih
dari pada perbedaan yang mencuat lebih banyak di kalangan ulama nahwu dan pakar
bahasa saja. Sebab, ketika berbicara amar pada ushul fikih, maka aspek
yang dikaji adalah nash-nash syar’i. dan seperti yang dipahami, bahwa sumber
nash tersebut tidak lain kecuali Allah dan rasulNya.
Ini bisa dilihat dari cerita Firaun
perihal musyawarah kaumnya untuk mengusir Musa.[7]
Para pemuka kaumnya berusah meyakinkan Fir’aun dengan mengatakan bahwa Musa
adalah tukang sihir dan ingin mengeluarkan Fir’aun dari negerinya. Lantas
Fir’aun menanggapi dengan mengatakan “ Apa yang kamu perintahkan”. Dan perintah
ini datang bukan dari pihak yang lebih tinggi, melainkan lebih rendah. Namun
tetap dikatakan dengan sebuah perintah.
Sighat-sighat Amar
Untuk menunjukkan sebuah amar,
ada beberapa sighat yang dipakai. Secara umum, sighat amar terbagi dua; sharahatan
( tersurat ) dan istilzaman ( tersirat ).[8]
Sighat Sharahatan
1.
Kata kerja bentuk perintah (Fi’l amar),
contohnya Firman Allah SWT: “ أقم الصلاة” artinya : “Dirikanlah Shalat”
(QS:2:78).
2.
Fi’il mudhari’ yang disertai dengan lam
amar (huru lam yang menunjukkan perintah); contohnya Firman Allah SWT : “فمن شهد منكم
الشهر فليصمه” artinya: “ Barang siapa diantara kamu yang menyaksikan bulan
maka hendaklah ia berpuasa”(QS:2:185).
3.
Isim fi’l amar, contohnya
firman Allah SWT :“عليكم أنفسكم من ضل إذا اهتديتم” artinya : “Jagalah dirimu; tiadalah
orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat
petunjuk”(QS:5:105).
4.
Mashdar pengganti fi’il yang
menunjukkan suatu perintah, contoh perintah Allah SWT : “فإذا لقيتم الذين
كفروا فضرب الرقاب” artinya : “Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di
medan perang) maka pancunglah batang leher mereka.” (QS:47:4).
Sighat istilzaman
1.
Berita (khabar) yang
mengandung arti perintah. Contohnya firman Allah SWT:
"يأيها الذين أمنوا هل أدلكم على تجارة تنجيكم من عذاب أليم
تؤمنون بالله وتجاهدون في سبيل الله بأموالكم وأنفسكم"
Hai orang-orang yang beriman,
sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari
azab yang pedih. (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad
di jalan Allah dengan harta dan jiwamu, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu
mengetahuinya, (QS. 61:10-11)
2.
Pemberitahuan akan kewajiban suatu
perbuatan pada manusia. Contohnya firman Allah SWT: "ولله
على الناس حج البيت من استطاتع إليه سبيلا" artinya : “mengerjakan haji
adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup
mengadakan perjalanan ke Baitullah” (QS. 3:97).
3.
Pemberitahuan bahwa suatu perbuatan
merupakan kewajiban. Contohnya firman Allah SWT: "كتب عليكم الصيام"
artinya: “Diwajibkan atas kamu berperang” (QS. 2:216).
4.
Pemberitahuan bahwa suatu perbuatan
dipandang baik. Contohnya firman Allah SWT: "ويسألونك عن اليتامى قل
إصلاح لهم خير" artinya: “Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim,
katakanlah:"Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik” (QS. 2:220).
5.
Pemberitahuan perihal seseorang
terhadap satu perbuatan yang dituntut darinya. Contoh firman Allah SWT: "والذين
يتوفون منكم ويذرون أزواجا يتربصن بأنفسهن أربعة أشهر وعشرا" artinya : “Orang-orang yang
meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para
isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari”. (QS.
2:234)
6.
Pensifatan suatu pekerjaan yang
menerangkan bahwa pekerjaan tersebut adalah wajib. Contohnya firman Allah swt :
" قد علمنا ما فرضنا عليهم فى أزواجهم " artinya: “. Sesungguhnya Kami telah
mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang isteri-isteri mereka”.
(QS. 33:50)
7.
Penyebutan suatu perbuatan (fi’l)
sebagai balasan dari syarat yang ditentukan. Contohnya firman Allah swt: " فإن
أحصرتم فما استيسر من الهدي
" artinya : “Jika kamu terkepung
(terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah
didapat”. (QS. 2:196)
8.
Penyertaan pahala terhadap satu
perbuatan. Contohnya firman Allah swt :
"ومن يطع الله
ورسوله يدخله جنات" artinya : “Barangsiapa taat kepada Allah dan
Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga” (QS. 4:13)
9.
Adanya pujian bagi
pelaku ataupun perbuatan yang dilakukan. Contohnya Firman Allah Swt : "والذين
أمنوا بالله ورسوله أولئك هم الصديقون والشهداء عند ربهم " artinya: “Dan orang-orang yang
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka itu orang-orang yang Shiddiqin dan
orang-orang yang menjadi saksi di sisi Tuhan mereka”. (QS. 57:19)
10.
Penyertaan sebuah ungkapan ancaman
jika tidak melakukan perbuatan yang dimaksud. Contohnya Firman Allah Swt: "ومن لم يحكم بما أنزل الله فأولئك هم الكافرون" artinya : “Barang siapa yang
tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah
orang-oang yang kafir. (QS. 5:44).
(Fery Ramadhansyah, Lc.)
[1] Lihat Mu’jam
al wasith terbitan Majma’ al lughat al arabiyyat, Mesir. h, 26
[2] Hamdi
Shabah Taha, mabahis ushuliyyah, (diktat fakultas Syariah tahun 3
universitas Al azhar –Kairo) lihat pada pembahasan “ mafhum al amr”.
[3] Tuntutan
yang berasal dari pihak yang lebih tinggi kepada pihak yang lebih rendah.
[4] Muhammad
bin Shalih al usaimin, Syarh al ushul min ilm al ushul, (Manshurah; Maktabah al
Aiman), h.124
[6] Lihat
kitab al mu’tamid karya abu husain al bashri, Tanqih al fushul karya al qarafi,
Nihayat as sul karya Asnawi.
[7] Lihat
surat AL a’raf :110.
[8] Hamdi
Shabah Taha, op.cit., h.132-135
Tidak ada komentar:
Posting Komentar