Untuk penjelasan: ما – حرم – أخذ dapat dilihat pada kaidah sebelumnya. Sekarang
kita akan membahas kata[2] terakhir,
إعطاء ( memberikan ). Di sini kata tersebut merupakan fa’il dari
kata kerja (fi’l) حرم (terlarang). Kata إعطاء adalah bentuk masdar dari
fiil madi mazid satu huruf. Bentuk aslinya adalah عطا-
يعطو-عطوا (mencapai sesuatu). Dengan penambahan satu
huruf berupa أ sehingga menjadi أعطى – يعطي –
إعطاء maka artinya memberi.[3]
Dua kegiatan yang dinilai memiliki kausalitas (sebab-akibat) yang
terikat satu sama lain, maka hukumnya diparalelkan. Jika suatu akibat dari
aktifitas kegiatan yang dinilai haram, maka aktifatas sebelumnya yang merupakan
sebab munculnya keharaman, maka diharamkan pula. Ini sebagai konsekwensi logis
untuk mewujudkan kemaslahatan yang lebih komprehensif dari sebuah pelarangan. Bahkan
langkah ini dianggap cukup efektif bagi penerapan kebijakan dalam siyasah
syariyyah.[4]
Berikut beberapa contoh Kaidah ما حرم أخذه
حرم إعطاؤه yang dikemukakan oleh as-Suyuti:
Pertama: Haram hukumnya memberikan riba kepada orang lain, sebagaimana
diharamkan memakan riba dari harta orang lain. Ini berdasarkan dari hadis:
“Allah melaknat orang yang memakan riba,
memberinya, saksinya dan pencatatnya”.
Kedua: Haram hukumnya memberikan upah (mahar) pada seorang pelacur.
Sebagaimana seorang wanita dilarang mengambil upah dari melacurkan diri (haram
melakukan prostitusi ).
Ketiga: Haram hukumnya memberikan upah pada tukang ramal (dukun). Sebagaimana diharamkan pekerjaan dukun
tersebut dan mengambil upah dari orang yang diramalnya.
Keempat: Haram hukumnya memberikan suap (risywah). Sebagaimana
diharamkan mengambil uang suap dari seseorang.
Pertama: menyuap hakim untuk mendapatkan hak. Jika hakim tersebut
menahan atau mencegah seseorang untuk mendapatkan haknya, maka dibolehkan
menyuapnya. Dalam ini, yang dikenakan dosa adalah hakim karena mengambil suap.[6]
Kedua : membayar harta tebusan untuk membebaskan tawanan.
Ketiga : memberikan sesuatu kepada orang yang dikhawatirkan akan
menghinanya.
Keempat: seorang pewasiat boleh memberikan sesuatu kepada orang yang
dikhawatirkan akan merampas harta anak yatim. Lantas bagi seorang qadhi (hakim)
harus mengambil alih atas harta anak yatim tersebut dan diharamkan bagi
pemerintah untuk mengambil sesuatu darinya.
Disamping kaidah ما حرم أخذه
حرم إعطاؤه “sesuatu yang haram diambil, haram pula
diberikan”, ada kaidah yang serupa, yaitu, “sesuatu yang haram dibuat, haram
pula diminta”. Namun, hal ini
dikecualikan dalam dua hal :
Pertama: jika seseorang menggugat hutang pada pihak lain, namun pihak
yang berhutang mengingkarinya, maka boleh mengambil sumpah dari pihak yang
berhutang.
Kedua: boleh mengambil jizyah dari tangan kafir zimmi. Meskipun
memberikannya tidak boleh. Karena memberinya berarti membiarkannya terus untuk
berada pada kekufuran.
[2]
Untuk penerjemahan, penulis menyebutkan “KALIMAT”
dalam bahasa arab pada bahasa indonesia
menjadi kata. Karena kata adalah kumpulan beberapa hukurf yang memiliki makna.
Semntara kalimat adalah kumpulan beberapa bebera kata yang memiliki makna.
[3]
Untuk derivasi kata عطا beserta maknanya bisa
dilhat lebih lanjut dalam Lisan al-arab karangan Ibnu Manzur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar